Powered By Blogger

Jumat, 13 Desember 2013

Makalah
Sejarah Perkembangan Islam di Nusantara


Sejarah Masuknya Islam di Nusantara
Islam di Indonesia merupakan mayoritas terbesar ummat muslim di dunia. Ada sekitar 85,2% atau 199.959.285 jiwa dari total 234.693.997 jiwa penduduk Indonesia. Walau Islam menjadi mayoritas, namun Indonesia bukanlah Negara yang berasaskan Islam.
Sebagian besar umat Islam di Indonesia berada di wilayah Indonesia bagian barat, seperti di pulau Jawa, Sumatra, Madura, dan Kalimantan. Sedangkan untuk wilayah timur dan tengah, penduduk muslim banyak yang menetap di wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, kabupaten Alor, Fakfak, Haruku, Banda, Tual dan lain-lain. Pengadaan transmigrasi dari Jawa dan Madura yang secara besar-besaran dilakukan oleh Soeharto selama tiga dekade ke wilayah Timur Indonesia telah menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk muslim disana.
Sejarah perkembangan Islam di Nusantara berawal dari masuknya Islam pada abad ketujuh Masehi. Agama Islam dapat dengan mudah diterima masyarakat di Indonesia bukan terjadi karena kebetulan. Bukan hanya karena Islam sebagai satu-satunya agama yang sempurna dan diridai oleh Allah swt. Tetapi juga karena kecerdikan para tokoh Islam dalam berdakwah menyampaikan ajaran Islam. Mereka menyebarkan Islam melalui jalur-jalur yang strategis, yaitu jalur perdagangan, social, dan pengajaran.
Jalur Perdagangan
 Ekonomi merupakan hal pertama yang diperankan oleh para saudagar yang menggunakan jalur laut sebagai lalu lintas mereka. Perjalanan laut itu terjadi, baik antara kepulauan nusantara, maupun sampai Cina, India, dan Teluk Persia. Perdagangan tersebut memberikan keuntungan dan mendatangkan pemasukan bagi pelabuhan-pelabuhan yang disinggahi, baik menyangkut barang-barang yang masuk maupun barang-barang yang keluar.
Perdagangan yang terjadi saat itu ternyata banyak dikuasai oleh saudagar-saudagar muslim, baik dari Gujarat, Persia, maupun Arab. Hubungan mereka terjadi tidak hanya hubungan dagang, tetapi juga hubungan agama. Hubungan tersebut terjalin dengan baik sehingga banyak masyarakat Indonesia yang memeluk agama Islam.

Jalur Sosial
Politik
Secara politik, penyebaran Islam dilakukan oleh para raja dan penguasa pada saat itu. Dengan adanya raja-raja yang beragama Islam, ajaran Islam mulai tersebar ke seluruh pelosok Kerajaan dan berangsur-angsur diikuti oleh rakyat dan punggawa Kerajaan.
Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah. Kemenangan Kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk untuk memeluk agama Islam.
Seiring dengan reformasi 1998, di Indonesia jumlah partai politik Islam kian bertambah. Bila sebelumnya hanya ada satu partai politik Islam, yakni Partai Persatuan Pembangunan.

Kebudayaan
Kebudayaan merupakan salah satu jalur penyebaran Islam yang efektif. Jalur ini dicontohkan oleh Wali Songo dengan menggelar pertunjukan kesenian dan kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan Sunan Kalijaga, seorang wali yang paling mahir mementaskan wayang.
Dalam pertunjukknnya, Sunan Kalijaga tidak meminta bayaran , tapi ia meminta kepada para penonton untuk mengikuti dirinya dengan mengucapkan dua kalimah syahadat.
Setiap pementasan wayang, Sunan Kalijaga selalu menyelipkan ajaran agama Islam dalam cerita wayangnya. Selain wayang, kebudayaan lain dan hasil seni juga dijadikan sebagai media dakwah, seperti sastra kaligrafi, seni bangunan, dan seni ukir.
Agama Islam selain membawa misi ibadah yaitu hubungan manusia dengan Allah, juga membawa hubungan social yaitu hubungan manusia dengan manusia termasuk dalam hal budaya.
Sejak awal Islam disebarkan oleh Rasulullah saw, Islam sudah memiliki keanekaragaman budaya. Kebudayaan tersebut selalu mengikuti kaum muslimin dalam melakukan dakwah. Seperti halnya di Indonesia, para dai seain mengakarkan ajaran ibadah, mereka juga menyebarkan kebudayaan yang dimiliki Islam. Hasil kebudayaan Islam tersebut sangat berpengaruh dan mewarnai kebudayaan nusantara.
Dominasi pengaruh Islam terhadap kebudayaan Islam tersebut disebabkan hal berikut.
Selain sebagai agama ubudiah, Islam juga sangat peduli dengan kreatifitas budaya dan peradaban, sebagaimana agama-agama lainnya. Islam masuk ke Indonesia setelah masyarakat Indonesia menganut agama Hindu dan Budha. Namun, pengaruh Islam terhadap bangsa Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan sangat dominan.
Para raja dan tokoh Islam menunjukan sikap yang simpatik dan menciptakan daya tarik tersendiri dalam kepemimpinannya. Adanya sikap tersebut, menjadikan rakyat dan pejabat merasa aman karena terlindungi dan terjamin hak-haknya. Para tokoh Islam menanamkan dasar-dasar dan sikap-sikap kemanusiaan yang hakiki dan asasi bagi setiap orang. Sikap arif dan bijaksana yang dicontohkan para raja dan tokoh Islam tersebut, menimbulkan rasa simpatik masyarakat untuk menganut agama Islam.
Sifat ajaran Islam yang lengkap, yang mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti maslah hukum, ibadah, dan sistem kemasyarakatan. Keunikan dan kesempurnaan Islam tersebut ternyata memberikan pengaruh yang mendalam dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terutama dala pola kebudayaan, seni musik, seni pahat, arsitektur dan sastra.


Jalur Pendidikan
Penyebaran Islam di Indonesia juga dilakukan melalui jalur pengajaran dan pendidikan, baik melalui majelis taklim maupun pesantren yang diselenggarakan oleh guru-guru agama dan para ulama. Di pesantren, para santri sebagai calon guru agama dan ulama mendapatkan pendidikan agama.
Setelah keluar dari pesanteren mereka pulang ke kampung halaman masing-masing atau berdakwah ke tempat-tempat tertentu mengajarkan agama Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel, Surabaya dan Sunan Giri di Giri. Lulusan pesantren Giri banyak yang diundang ke Maluku untuk menjadi guru agama mengajarkan agama Islam.
Pengaruh Islam dalam pola pengajaran dan pendidikan di Indonesia tampak kuat sampai sekarang ini. Di samping masjid para mubalig Islam juga membangun pusat-pusat penyebaran dakwah Islamiah. Mereka mendirikaan sekolah serta lembaga pengajaran dan pendidikan untuk mencerdaskan masyarakat pada umumnya dan umat Islam pada khususnya. Lembaga seperti ini disebut surau (di Sumatra), sedangkan di jawa disebut pesantren.

Sejarah Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantara
Pengaruh agama Islam makin lama makin kuat dalam kehidupan bangsa Indonesia. Agama Islam telah mewarnai berbagai corak kehidupan dan cara berpikir masyarakat. Besarnya pengaruh agama Islam di kalangan bangsawan (adipati) dan para raja mendorong tumbuhnya Kerajaan-Kerajaan yang bercorak Islam di Indonesia, sebagaimana yang di jelaskan berikut ini.
Beberapa Kerajaan Islam di Jawa
Kerajaan Demak
Kerajaan Demak terletak di Jawa Tengah. Kerajaan ini berdiri pada tahun 1500 M didirikan oleh Raden Patah, setelah melepaskan diri dari Kerajaan majapahit.
Sebelum menjadi raja, Raden Patah adalah bupati Demak yang pada waktu itu merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Setelah masuk Islam, Raden Patah dengan bantuan para ulama mendirikan Kerajaan Demak dan melepaskan diri dari Kerajaan Majapahit yang saat itu sudah lemah.
Kerajaan Demak merupakan Kerajaan Islam pertama di pulau Jawa. Dibawah pimpinan Raden Patah, Kerajaan Demak berkembang dengan pesat. Dalam masa pemerintahannya Raden Patah menunjukkan keberhasilannya dalam berbagi bidang, diantaranya :
Perluasan dan pertahanan Kerajaan
Pengembangan Islam dan pengamalannya
System musyawarah dan kerjasama umat dan ulama
Disamping hal tersebut, Kerajaan Demak berhasil menguasai daerah yang luas meliputi Jepara, Semarang, Tegal, Palembang, Jambi dan beberapa daerah lain di Sumatra serta Kalimantan.
Kerajaan Demak sangat berperan dalam menyebarkan agama Islam ke berbagai daerah, baik ke Jawa maupun ke daerah-daerah lainnya, seperti ke Maluku dan Kalimantan. Terbukti dengan adanya salah seorang wali dari Kerajaan Demak yang mempunyai banyak murid yang berasal dari Ternate dan Ambon. Oleh karena itu dari Kerajaan Demak, agama Islam tersebar ke Maluku.
Kerajaan Demak juga memiliki peranan penting di bidang perekonomian. Terbukti dengan dimilikinya daerah-daerah pertanian yang luas dan subur sehingga dikenal sebagai penghasil beras dan lilin. Hasil pertanian tersebut dijadikan sebagai komoditas perdagangan untuk di ekspor ke Malaka. Untuk menunjang kegiatan perdagangan, Demak menguasai pelabuhan-pelabuhan penting seperti Jaratan, Sidayu, Tuban, dan Gresik. Ketika Malaka jatuh ke tangan bangsa Portugis pada tahun 1511 M, perdagangan Demak dengan Malaka terputus. Hal itu tentu merugikan perdagangan Demak karena kegiatan ekspor barang dagangan dari Demak terlambat. Oleh karena itu pada tahun 1315 Demak mengirimkan armadanya untuk menyerang Portugis di Malaka. Penyerangan ke Portugis dipimpin oleh Pati Unus, putra sulung Raden Patah. Serangan yang dilakukan Pati Unus belum berhasil disebabkan persenjataan yang mereka miliki tidak selengkap persenjataan yang dimiliki Portugis. Meskipun demikian Pati Unus tidak pernah menyerah dan terus menerus melakukan perlawanannya. Atas usahanya yang gigih mengusir Portugis dari Malaka, Pati Unus mendapat julukan “Pangeran sabrang lor”.
Pada tahun 1518 M, Raden Patah wafat dan digantikan oleh Pati Unus. Masa pemerintahan Pati Unus hanya berlangsung selama 3 tahun karena ia wafat pada tahun 1521 M.
Calon pengganti Pati Unus adalah Pangeran Sekar. Namun akhirnya Pangeran Trenggana lah yang naik tahta menggantikan Pati Unus. Ia bergelar Sultan Trenggana. Pada masa pemerintahan Sultan Trenggana Demak meluaskan wilayahnya ke jawa Barat.
Pada tahun 1522, Fatahillah bersama pasukannya menuju ke Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Pada waktu itu tiga daerah tersebut merupakan kekuasaan Kerajaan Padjajaran. Pasukan Demak berhasil merebut Banten, menyusul Sunda Kelapa di kemudian hari.
Pada tahun 1527, datanglah orang-orang Portugis ke Sunda Kelapa untuk mendirikan benteng atas izin raja Padjajaran. Padahal waktu itu Sunda Kelapa di kuasai pasukan Demak di bawah pimpinan Fatahillah. Oleh karena itu terjadilah pertempuran antara pasukan Portugis dan Demak. Pasukan demak mampu menglahkan pasukan Portugis.
Setelah berhasil mengalahkan pasukan Portugis Fatahillah mengganti nama sunda kelapa menjadi Jayakarta yang berarti “kota kemenangan”. Kota Jayakarta ini sekarang menjadi Jakarta ibukota Negara Indonesia. Setelah berhasil merebut sunda kelapa, Fatahillah tinggal menetap di Cirebon.
Setelah meluaskan pengarunhnya ke Jawa Barat, Sultan Trenggana ingin memperluas wilayahnya ke jawa timur. Namun, dalam melakukan usahanya ia gugur. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1564 M.
Sepeninggal Sultan Trenggana, terjadilah perebutan kekuasaan di Kerajaan Demak. Hal itu diawali dengan Sunan Prawata naik tahta. Namun ia di bunuh oleh Arya Penangsang, putra Pangeran Sekar Sedo Lepen. Kemudian tampil memantu Sultan Trenggana, Pangeran Hadiri (Sultan kalinyamat) menduduki tahta Kerajaan. Pangeran Hadiri juga di bunuh oleh Arya Penangsang. Akhirnya muncul Jaka Tingkir, menantu Sultan Trenggana yang lain. Jaka Tingkir berhasil menyingkirkan Arya Penangsang. Jaka Tingkir kemudia memindahkan pusat Kerajaan dari Demak ke Pajang.
Kerajaan Pajang
Setelah Jaka Tingkir berhasil menyingkirkan Arya Penangsang (dengan dibunuh oleh Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan), ia pun naik tahta dengan gelar Sultan Adi Wijaya.
Jaka Tingkir (Sultan Adi Wijaya) memindahkan pusat kerjaan dari Demak ke Pajang. Atas jasanya yang besar, Ki Ageng Pemanahan di anugerahi tanah yang terletak di Mentaok. Tanah yang masih berupa hutan itu kemudian di bangun menjadi kota Mataram. Di tempat itulah Kiai Ageng Pemanahan menjadi Adipati.
Wilayah Kerajaan Pajang meliputi daerah-daerah Jawa Tengah dan Pantai Utara Jawa Timur, antara lain Gresik dan Tuban. Karena letaknya di daerah pedalaman Kerajaan Pajang berubah menjadi Negara agraris.
Kerajaan Pajang berdiri tidak lama. Setelah Sultan Adi Wijaya wafat, terjadi perebutan kekuasaan di Kerajaan ini. Seoarang putera Sunan Prawata, Arya Pangiri, mencoba merebut kekuasaan. Namun usahanya dapat digagalkan oleh Pangeran Benawa, putera Sultan Adi Wijaya. Pada waktu itu Pangeran Benawa dibantu oleh putera  Ki Ageng Pemanahan, Suta Wijaya.
Setelah berhasil mengalahkan Arya Pangiri, Pangeran Benawa menyerahkan tahta Kerajaan kepada Suta Wijaya. Hal ini dilakukan karena ia merasa tidak sanggup menduduki tahta Kerajaan tersebut. Akhirnya Suta Wijaya pun menjadi raja.

Kerajaan Mataram
Setelah menjadi raja, Suta Wijaya kemudian memindahakan pusat Kerajaan dari Pajang ke Mataram. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1586. Sejak itu berdirilah Kerajaan Islam Mataram. Suta Wijaya bergelar Panembahan Senopati. Pada masa pemerintahan Panembahan Senopati di Mataram terjadi beberapa pemberontakan, diantaranya pemberontakan di Surabaya. Namun atas bantuan Sunan Ampel pemberontakan itu dapat di cegah. Pemberontakan lain terjadi di Madiun, Ponorogo, Galih, Pati, Demak, dan Jepara. Semua pemberontakan itu dapat dipadamakan. Panembahan Senopati wafat pada tahun 1601 M dan di makamkan di Kotagede, Yogyakarta.
Kerajaan Mataram mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645). Ketika itu wilayah Mataram meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat. Ibukota Kerajaan berada di Kotagede, Yokyakarta. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, wilayah Kerajaan Mataram di bagi menjadi beberapa bagian :
Kuta Negara (Kutagara), yakni wilayah keraton-keraton Yogyakarta
Negara Agung, yakni daerah yang ada di sekitar Kutagara, diantaranya daerah Kedu, Bagelen, dan Pajang.
Pesisiran, yakni daerah Pantai Utara Jawa (Pantura)
Sultan Agung dikenal sebagai raja yang adil dan bijaksana. Ia juga dikenal sebagai raja yang gigih melawan penjajah belanda (VOC). Selama pemerintahannya, Sultan Agung pernah mengirimkan pasukannya ke Batavia untuk mengusir VOC. Namun usaha itu tidak berhasil karena mengalami kekurangan perbekalan. Sultan Agung wafat pada tahun 1645 M. ia dimakamkan di Imogiri, Yogyakarta.
Kerajaan Banten
Sepeninggal Sultan Trenggana, di Demak terjadi perebutan kekuasaan, Fatahillah melepaskan diri dari Demak dan mendirikan krajaan Banten. Sejak itulah Banten menjadi Kerajaan yang berdiri sendiri.
Pada mulanya pemerintahan dipegang oleh Fatahillah. Namun, ia kemudian menyerahakan kekuasaan kepada puteranya, Sultan Hasanuddin. Selanjutnya Fatahillah menetap di Cirebon.
Sultan Hasanuddin mulai memerintah di Banten tahun 1552. Kerajaan Banten mengalami kemajuan pesat, terutama setelah Malaka dikuasai oleh Portugis.
Pada masa itu perdagangan di Malaka di monopoli oleh Portugis sehingga banyak kapal dagang yang tidak mau berlayar melewati selat Melaka, apalagi singgah di pelabuhan Malaka. Hal ini sangat menguntungkan bagi Kerajaan Banten, mengingat banyak kapal yang singgah di Banten. Oleh karena itu Banten mengalami kemajuan yang pesat.
Atas kemajuan tersebut, Banten mampu meluaskan wilayahnya ke Lampung dan Silebur (Bengkulu), yakni dua daerah penghasil lada. Banten menjadi pusat perdagangan lada.
Pada tahun 1570, Sultan Hasanuddin wafat dan digantikan puteranya, Maulana Yusuf (1570-1580).
Kerajaan Banten mengalami kemunduran setelah VOC merebut Jakarata (Jayakarta) dan mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia. VOC berusaha menghancurkan Banten dengan cara menghambat kegiatan perdagangan.
Ketika di Kerajaan Banten terjadi perselisihan antara Sultan Ageng Tirtayasa dan puteranya, Sultan Haji, VOC ikut campur tangan dengan tujuan untuk menghancurkan Kerajaan Banten. Atas peristiwa tersebut terjadilah pertempuran anatara Sultan Haji yang di bantu VOC dan Sulatan Ageng Tirtayasa yang dibantu para tokoh Kerajaan dan para ulama.
Sultan Haji dengan bantuan VOC dapat mengalahkan ayahnya. Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap oleh pasukan VOC kemudian di penjarakan.
Sultan Haji kemudian naik tahta menggantikan ayahnya. Meskipun ia memiliki jabatan tetapi sebenarnya ia menjadi boneka yang harus menuruti keinginan VOC. Akibatnya Kerajaan Banten makin mundur dan akhirnya hancur.

Kerajaan Cirebon
Kerajaan Cirebon di dirikan oleh Syarif Hidayatullah yang dikenal sebagai Sunan Gunung Jati. Sejak berdiri Cirebon mengalami kemajuan pesat. Wilayah kekuasaanya makin luas. Bandar Cirebon pun berkembang menjadi pelabuhan yang ramai. Kota Cirebon menjadi sebuah kota yang teratur, jalan-jalannya lebar, rapi dan bersih.
Hubungan antara Kerajaan Cirebon dan Mataram sangat baik. Mataram menghormati Kerajaan Cirebon sebagai Kerajaan yang didirikan oleh seorang wali. Sejak VOC dating, Kerajaan Cirebon mengalami banyak kesulitan.
Pada tahun 1679, Kerajaan Cirebon pecah menjadi dua, yaitu Kasunanan dan Kasepuhan. Kasunanan pecah lagi menjadi Kanoman dan Kacirebonan.


Beberapa Kerajaan Islam di Sumatra
 Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan yang bercorak Islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini terletak di Aceh, tepatnya di daerah tingkat II Lhok Seumawe.
Kerajaan Samudra Pasai didirikan pada abad ke-13. Hal itu diketahui dari tulisan yang ada pada batu nisan makam Sultan Malik as-Saleh tahun 653 H atau 1297 M. Sultan Malik as-Saleh adalah raja pertama Kerajaan Samudra Pasai.
Setelah Sultan Malik as-Saleh wafat, ia digantikan putranya, Sultan Muhammad. Sultan Muhammad dikenal dengan nama Sultan Malik az-Zahir. Sultan Malik az-Zahir wafat pada tahun 1326 M. kemudian ia digantikan oleh Sultan Ahmad yang juga bergelar Sultan Malik az-Zahir. Gelar ini kemudian oleh raja-raja selanjutnya di Kerajaan Samudra Pasai.
Sejak berdirinya, Kerajaan Samudra Pasai mengalami kemajuan pesat. Hal itu disebabkan adanya dua hal, yaitu :
Mundurnya Kerajaan Sriwijaya sebagai pusat perdagangan.
Letaknya yang strategis, di tepi Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan internasional.
Pesatnya perkembangan Samudra Pasai menyebabkan kerajaan itu tumbuh menjadi negara perdagangan yang besar menggantikan kedudukan Sriwijaya. Kapal-kapal dagang asing dari Cina, Arab, India, dan Persia banyak datang ke Samudra Pasai.
Komoditas perdagangan yang berasal dari Samudra Pasai adalah lada. Samudra Pasai menjaga kepentingan perdagangannya dengan Cina dan India. Masa kejayaan Samudra Pasai kurang lebih pada abad ke-13.
Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh didirikan oleh Sultan Ibrahim yang bergelar Sultan Ali Mugayat Syah. Masa pemerintahannya berlangsung dari tahun 1514-1528.
Sejak didirikan, Kerajaan Aceh mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hali ini disebabkan :
Letak yang strategis yakni berada pada jalur perdagangan internasional yaitu di Selat Malaka.
Direbutnya Malaka oleh Portugis pada tahun 1511 yang menyebabkan para pedagang memindahkan pusat kegiatan perdagangannya ke Aceh.

Pada waktu itu Portugis menjalankan politik monopoli perdagangan di Malaka. Terutama perdagangan rempah-rempah. Portugis melarang para pedagang bangsa lain untuk membeli rempah-rempah di Malaka. Hal itu menimbulkan perasaan tidak senang di kalangan para pedagang, terutama para pedagang dari Arab, Persia, dan India. Mereka pun lalu memindahkan kegiatan perdagangannya ke Aceh sehingga perdagangan Aceh berkembang pesat.
Kemajuan di bidang perdagangan menyebabkan Aceh menjadi suatu suatu kerajaan yang makmur. Pada masa pemerintahan Sultan Ibrahim, Kerajaan Aceh berhasil meluaskan wilayahnya ke Pedir yang kaya akan lada putih. Hal itu tentu makin memakmurkan Kerajaan Aceh.
Dengan kekayaan yang melimpah, Kerajaan Aceh berhasil membangun angkatan perang yang kuat. Prajurit-prajurit Aceh terdiri dari orang-orang Aceh dan orang-orang Turki, Arab, dan Abessinia.
Setelah berhasil menguasai Pedir, Aceh berusaha menguasai daerah-daerah yang berada di Pantai Barat Sumatra. Daerah tersebut merupakan daerah yang kaya akan lada dan emas. Usaha itu dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Syah.
Wilayah Aceh pun makin luas, meliputi beberapa daerah di Pantai Timur dan Barat Sumatra. Penaklukan Aceh terhadap daerah-daerah tersebut dilakukan dengan :
Memperluas wilayah Kerajaan Aceh
Memperluas daerah penyebaran agama Islam
Menguasai perdagangan lada (motif ekonomi)
Kerajaan Aceh mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Pada masa itu, Aceh berhasil meluaskan wilayahnya ke Deli, Johor, Bintan, Padang, dan Kedah sampai ke Semenanjung Melayu.
Dari daerah-daerah yang dikuasai itu, didatangkan barang dagangan yang berupa emas dan lada. Komoditas perdagangan tersebut sangat disukai para pedagang dari Arab, Persia, dan Gujarat karena mereka banyak yang singgah. Dengan demikian, ibukota Kerajaan Aceh, Banda Aceh menjadi pelabuhan yang besar dan ramai.
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Aceh pernah berusaha mengusir Portugis dari Malaka tetapi tidak berhasil. Setelah pemerintahan Sultan Iskandar Muda berakhir, Kerajaan Aceh mengalami kemunduran. Peranan Aceh dalam perdagangan pun mulai surut. Pemerintah pusat pun tidak mampu lagi mencegah daerah-daerah yang mengadakan hubungan langsung dengan pulau-pulau lain.


Kerajaan Islam di Sulawesi
Pada abad ke-16, di Sulawesi terdapat beberapa kerajaan, seperti Kerajaan Gowa dan Tallo. Kedua kerajaan itu bergabung menjadi satu dengan nama Kerajaan Gowa Tallo.
Nama Kerajaan Gowa Tallo lebih dikenal dengan nama Kerajaan Makassar. Ibu kota kerajaan itu adalah Samboupu. Raja Gowa yang bernama Daeng Manrabia menjadi raja dan bergelar Sultan Alaudin. Raja Tallo yang bernama Karaeng Mantoaya menjadi Mangku Bumi.
Agama Islam masuk ke Sulawesi sejak tahun 1605. Kerajaan Makassar merupakan kerajaan bercorak Islam pertama di Sulawesi. Dua tokoh Kerajaan Makassar itu sangat giat dalam menyebarkan Islam.
Letak Kerajaan Makassar sangat strategis, yakni berada pada jalur perdagangan rempah-rempah dari Ternate ke daerah-daerah di Indonesia bagian barat.
Kota Samboupu merupakan kota yang ramai dikunjungi para pedagang yang akan membeli rempah-rempah. Rempah-rempah yang ada di Samboupu berasal dari Ternate, yang dibawa para pelaut dari Bugis. Rempah-rempah itu kemudian dijual kepada para pedagang dari Jawa dan Melayu yang datang ke Samboupu. Oleh karena itu, Samboupu merupakan pelabuhan transito rempah-rempah yang ramai.
Pada tahun 1611, Kerajaan Makassar memperluas wilyahnya ke Bone dan Solor. Kerajaan Makassar mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin. Beliau adalah seorang raja yang giat menyebarkan agama Islam dan juga sebagai pahlawan yang gigih menentang penjajahan Belanda (VOC).